Sisa hujan di bulan Mei membuatnya tertunduk merasakan ragu
berakhir mendudukannya di bawah senja menghadap matahari
Saat kuyup sepatunya menggenggam erat tumit dan jemari
menyentuh wajah si tanah yang tersenyum di bawah
dia hanya mengacuh
Pemuda itu hanya menyimpul ibu jari sesaat lamanya
terombang ambing dalam alunan ombak di antara bunga bakung yang menatapnya sedari tadi
para pujangga itu hanya menoreh di atas buku yang ia pangku
bukan bersepakat mengganggu saat dia menahan waktu
dia hanya berlalu
Merasa terusik, bangkitlah dia helai demi helai
masih dalam pekik yang dalam
yang menghitamkan tangan dan hati
dan saat bait demi bait coba menggenggam
dia hanya menanti
Surya tak tega dipenghujung pandangnya dunia hanya sebatas kata
dijatuhkan renda emas kebanggaannya
pelan menyelip dicelah awan berarak
meminta ijin agar paling tidak kakinya bisa menyentuh semesta
Terhenti dia
dadanya bergemuruh menolak maju
memaksa sang retina untuk terbuka
ya.. permata berwarna kayu yang entah sejak kapan tertimbun
di bawah tumbukan asap dan batu
Saat semilir pelan mengarsir
indah diujung sana dia berdiri
bunga yang dulu mekar saat pertama kali dia menyapa
tumbuh... di atas tanah yang pekat
cerah... menggenggam renda dengan erat
Dia lupa kapan kakinya mulai terkubur
dan kelopaknya mulai tertidur
Terang raut wajahnya tersadar
bukan pada siapa punggungmu bersandar
lebih kepada siapa yang akan kau antar
satu-satunya yang dia butuh
hanya senyuman bunga itu tiap kali dia merasa rapuh
berakhir mendudukannya di bawah senja menghadap matahari
Saat kuyup sepatunya menggenggam erat tumit dan jemari
menyentuh wajah si tanah yang tersenyum di bawah
dia hanya mengacuh
Pemuda itu hanya menyimpul ibu jari sesaat lamanya
terombang ambing dalam alunan ombak di antara bunga bakung yang menatapnya sedari tadi
para pujangga itu hanya menoreh di atas buku yang ia pangku
bukan bersepakat mengganggu saat dia menahan waktu
dia hanya berlalu
Merasa terusik, bangkitlah dia helai demi helai
masih dalam pekik yang dalam
yang menghitamkan tangan dan hati
dan saat bait demi bait coba menggenggam
dia hanya menanti
Surya tak tega dipenghujung pandangnya dunia hanya sebatas kata
dijatuhkan renda emas kebanggaannya
pelan menyelip dicelah awan berarak
meminta ijin agar paling tidak kakinya bisa menyentuh semesta
Terhenti dia
dadanya bergemuruh menolak maju
memaksa sang retina untuk terbuka
ya.. permata berwarna kayu yang entah sejak kapan tertimbun
di bawah tumbukan asap dan batu
Saat semilir pelan mengarsir
indah diujung sana dia berdiri
bunga yang dulu mekar saat pertama kali dia menyapa
tumbuh... di atas tanah yang pekat
cerah... menggenggam renda dengan erat
Dia lupa kapan kakinya mulai terkubur
dan kelopaknya mulai tertidur
Terang raut wajahnya tersadar
bukan pada siapa punggungmu bersandar
lebih kepada siapa yang akan kau antar
satu-satunya yang dia butuh
hanya senyuman bunga itu tiap kali dia merasa rapuh
0 Response to "Mekar Di Atas Tanah"
Posting Komentar