Subuh itu terasa begitu teduh..
di serambi berubin putih, jauh remang tersingsing letih
Antara alam dan nadiku, mereka tak lagi mengatur langkah
Mereka hanya indah.. di atas tanah yang lengkap
saat kita ungkap masa yang harus dibayar di bawah naungan bayangan fajar
Pagi itu terasa hangat...
memutar lesung yang tak sengaja teringat, hingga dia berlanjut singkat
Terduduk aku menepi, menepis kalut hari di sisi meja
Memandang sayu dua mata yang terbuka menatapkku, seakan bertanya
"Kau masih mengingat hari itu?"
Seorang kawan lama yang menjadi pengingatku
tentang bagaimana bocah ini...
bahkan tak bisa membedakan antara kaktus dan melati
Siang itu terasa nikmat...
di sisi jendela yang terbuka, di lantai tiga tembok berkaca
Gemercik dahan memanja, menerka suara yang diharapkan sang telinga
terik tak tertarik, dia hanya sesekali terlihat lewat mengusik
lembaranku terbolak balik saat mataku berkelana memilah bayu
dan diriku, hanya wadah, untuk seseorang yang mendambakan semua itu
Malam itu terasa malu...
untuk menunjukkan punggungnya padaku kala itu
Langkah kaki ini menghantarku ke atas tangga tak berukir
hingga aku terdiam dan berhenti disana
Apakah aku bisa mengusahakan sebuah takdir?
Entah... senyum itu selalu mengembang tiap kali aku tak mencarinya
Apapun yang menungguku, kau harus tau...
aku mensyukuri masa itu
di serambi berubin putih, jauh remang tersingsing letih
Antara alam dan nadiku, mereka tak lagi mengatur langkah
Mereka hanya indah.. di atas tanah yang lengkap
saat kita ungkap masa yang harus dibayar di bawah naungan bayangan fajar
Pagi itu terasa hangat...
memutar lesung yang tak sengaja teringat, hingga dia berlanjut singkat
Terduduk aku menepi, menepis kalut hari di sisi meja
Memandang sayu dua mata yang terbuka menatapkku, seakan bertanya
"Kau masih mengingat hari itu?"
Seorang kawan lama yang menjadi pengingatku
tentang bagaimana bocah ini...
bahkan tak bisa membedakan antara kaktus dan melati
Siang itu terasa nikmat...
di sisi jendela yang terbuka, di lantai tiga tembok berkaca
Gemercik dahan memanja, menerka suara yang diharapkan sang telinga
terik tak tertarik, dia hanya sesekali terlihat lewat mengusik
lembaranku terbolak balik saat mataku berkelana memilah bayu
dan diriku, hanya wadah, untuk seseorang yang mendambakan semua itu
Malam itu terasa malu...
untuk menunjukkan punggungnya padaku kala itu
Langkah kaki ini menghantarku ke atas tangga tak berukir
hingga aku terdiam dan berhenti disana
Apakah aku bisa mengusahakan sebuah takdir?
Entah... senyum itu selalu mengembang tiap kali aku tak mencarinya
Apapun yang menungguku, kau harus tau...
aku mensyukuri masa itu
0 Response to "Aku Mensyukuri Masa Itu"
Posting Komentar