Untukmu Yang Sedang Dalam Naungan

Dalam teduh berbayang kelabu kau merindu
Merindu, berkalut saat tumitmu tertuju ke arah mata angin beriak di balik lindu

Tersingkap mega.. dengan cahaya hangat berwarna jingga tertancap tajam melewati sangkar itu, menembusmu

Apa kau merasakan kehangatan itu?

Orang bilang itu hanya rayu, itu hanya palsu
Hanya permainan kata dan tipuan rasa
Dengan pemanis kala dan penyedap rupa
Lantas mampukah mereka pampangkan bagaimana yang asli?
Yang bukan hanya ilusi?
Yang Hakiki?
Yang Murni?
Taukah mereka?

Dan aku masih bertanya, "masihkah kau merasakan kehangatan itu?"

Saat pohonmu telah bercabang santun
Merimbun..
Meranum..
Berakar kuat diatas tanah yang pekat
Dia telah matang, dia telah tenang
Bersimpuh tegar menunggumu bersandar
Tertiup sepoi mengalun
Tertutup teduh melantun

Akankah kau keluar dari naungan pohon itu?

Saat kau terduduk... terpeluk...
Saat kau tertidur... tersungkur...
Saat kau tergelak... terisak...
Saat kau terlelap di atas ilalang dalam senyummu, terlindung terik.. tertiup naik..
Dari dalam lubuk hatinya yang terdalam...
Sang mega tenang
Menyungging bulan sabit diantara pipinya di atas kolam dan berkata kepada Si kura-kura,
"Tidakkah kau melihatnya? Bukankah dia mengagumkan?"

Si kura-kura mengangguk, tersenyum, dan tanpa disadari mereka telah terduduk sepanjang hari bersama katak, capung, dan teratai air
Tersilau senja di sisi kolam

Janganlah kau tinggalkan pohonmu..

Pohonmu.. telah tumbuh untukmu
Rekam beratus sajak
Antar beribu jarak
Disana...

Tetaplah dalam naungan.. Jingga